Menikah Dalam Kaidah Islam
Secara bahasa, kata "nikah" berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti/makna "berkumpul, bergabung, atau bersatu". Kata nikah sering digunakan dengan dua makna yaitu makna hakiki (lughawi), yang Berarti hubungan suami istri secara fisik (jima’ atau persetubuhan). Makna majazi (istilah syar’i): Berarti akad pernikahan yang sah menurut syariat Islam.
3 Faktor Yang Mendasari Nikah
1. manusia merupakan makhluk berakal dan dengan akalnya tersebut manusia mampu menerima dan menjalankan syariat dengan baik. Di antara syariat tersebut adalah pernikahan.
2. manusia diciptakan oleh Allah saling berpasangan. Yaitu terdiri dari laki-laki dan perempuan sebagaimana dijelaskan oleh Allah swt QS. Yasin : 36:
“Maha Suci (Allah) yang telah menciptakan segala sesuatu itu berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.”
Dari kehidupan berpasangan, manusia disyariatkan agar menjalin hubungan dengan jalan yang mulia, mengembangkan keturunan, menegaskan hak dan kewajiban antara keduanya. Oleh karena itu Allah menurunkan syariat nikah bertujuan menjaga harkat dan martabat serta kehormatan manusia yang disebut dengan nikah.
3. kedudukan pernikahan dalam Islam merupakan sebagai prilaku para Nabi dan memasukkannya sebagai salah satu fitrah yang dimiliki manusia. Sabda Rasulullah saw “empat fitrah yang dimiliki oleh manusia yaitu memakai pacar, wangi-wangian, bersiwak (gosok gigi), serta nikah”.
Hukum Menikah
Pada dasarnya hukum menikah itu sunnah. Namun hukum tersebut tidak bersifat mutlak, bisa berubah berdasar kepada illatnya. Hal ini diperkuat oleh kaidah ushul fikih yang berbuyi “Hukum itu beredar di atas illat yang menyertainya. Illat dimaksud itu lebih didasari oleh perbedaan kemampuan orang yang akan melakukan pernikahan tersebut.”. Berangkat dari perbedaan kondisi tersebut maka para ulama menghukumi pernikahan dengan hukum yang berbeda sebagai berikut:
1. Wajib, hukum ini layak dibebankan kepada orang yang telah mampu memberi nafkah, apabila tidak nikah di khawatirkan akan terjerumus ke lembah perzinahan. Dalam tuntunan agama bahwa wajib hukumnya untuk menjaga diri dari perbuatan haram. Sedangkan bagi yang hanya memiliki keinginan yang kuat tapi belum mampu memberi nafkah, maka lebih baik ia menahan diri.
2. Sunah, hukum ini pantas bagi orang yang merindukan pernikahan dan mampu memberi nafkah tapi sebenarnya ia masih mampu menahan dirinya dari perbuatan zina. Maka bagi orang seperti ini hukum nikah menjadi sunah. Akan tetapi jika demikian kondisinya, nikah lebih baik baginya dari pada membujang karena dalam nikah terdapat ibadah yang banyak. Sedangkan tidak nikah (membujang) itu seperti para pendeta Nasrani yang dilarang oleh Rasulullah.
3. Haram, hukum ini layak bagi orang yang tidak mampu memberikan nafkah dan jika ia memaksakan diri untuk menikah akan mengkhianati istrinya atau suaminya, baik dalam pemberian nafkah lahiriyah maupun batiniyah, sehingga dengan pernikahan itu hak-hak antara suami-istri tidak terpenuhi.
Posting Komentar untuk "Menikah Dalam Kaidah Islam"
Posting Komentar